Pendekatan Kesusastraan
Hampir disetiap zaman, seni termasuk
sastra memegang peranan yang penting dalam the humanities. Ini terjadi karena
seni merupakan ekspresi nilai-nilai kemanusian, dan bukannya formulasi
nilai-nilai kemanusian seperti yang terdapat dalam fislsafat atau agama.
Dibanding dengan cabang humanities yang lain, seperti misalnya ilmu bahasa,
seni memegang peranan yang penting, karena nilai-nilai kemanusian yang
disampaikannya normatif. Karena seni adalah ekspresi yang sifatnya tidak
normatif, seni lebih mudah berkomunikasi. Karena tidak normatif, nilai-nilai
yang disampaikannya lebih fleksibel, baik, isinya maupun cara penyampaiannya.
Hampir disetiap zaman, sastra
mempunyai peranan yang lebih penting. Alasan pertama, menampung hampir semua
pernyataan kegiatan manusia. Dalam usahannya untuk memahami dirinya sendiri,
yang kemudian melahirkan filsafat, manusia memeprgunakan bahasa. Dalam
usahannya untuk mengatur hubungan antara sesamannya yang kemudian melahirkan
ilmu-ilmu sosial, manusia mempergunakan bahasa. Dengan demikian, manusia dan
bahasa pada hakekatnnya adalah satu. Kenyataan inilah mempermudah sastra untuk berkomunikasi.
Sastra juga lebih mudah berkomunikasi, karena pada hakekatnnya karya sastra
adalah penjabaran abstraksi. Sementara itu filsafat, yang juga mempergunakan
bahasa, adalah abstraksi. Cinta kasih, kebahagian, kebebasan, dan lainnya yang
digarap oleh filsafat adalah abstrak. Sifat abstrak inilah yang menyebabkan
filsafat kurang berkomunikasi.
Cabang-cabang seni yang lain pada
hakekatnya juga abstrak. Gerak-gerik dalam seni tari, misalnya, masih perlu
dijabarkan. Meskipun bunyi-bunyi dalam seni musik lebih cepat dinikmati,
bunyi-bunyi itu sendiri masih memerlukan penafsiran. Sebaiknya sastra adalah
penafsiran itu sendiri. Meskipun didalam penafsiran itu sastra masih dapat
ditafsirkan lagi. Sastra juga didukung oleh cerita, dengan cerita orang lebih
mudah tertarik, dan dengan cerita orang lebih mudah mengemukakan
gagasan-gagasannya dalam bentuk yang tidak normatif. Cabang-cabang seni yang
lain menggunakan gagasannya. Dalam musik misalnya, kata-kata penciptanya
tertelan oleh melodinya. Karena seni memegang peranan penting, maka seniman sebgai
pencipta karya seni juga penting, meskipun yang lebih penting adalah karyanya. Seniman
adalah media penyampaian nilai-nilai kemanusian. Kepekaannya meyebabkan dia
mampu menangkap hal yang dilepas dari pengamatan orang lain.
IBD semata-mata sebagai salah satu usaha mengmbangkan kepribadian
seseorang dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya
terhadap nilai-nilai budaya. Pada waktu menggunakan karya sastra, misalnya,
seorang mahasiswa tidak perlu mengetahui sejarah sastra, teori sastra, kritik
sastra, dan sebagainya. Memang seperti cabang-cabang the humanities lainnya,
dalam ilmu budaya dasar sastra tidak diajarkan sebagai salah satu disiplin
ilmu. Sastra disini digunakan sbagai alat untuk membahas masalah-masalah
kemanusian yang dapat membantu mahasiswa untuk menjadi lebih humanus. Demikian
juga filsafat, musik, seni rupa, dan sebagainya. Orientasi the humanities adalah
ilmu yang mempelajari satu atau sebagian dari disiplin ilmu yang tercangkup
dalam the humanities.
IBD YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PROSA
Prosa
kadang disebut narrative fiction, prose fiction atau hanya fiction saja. Dalam
bahasa Indonesia istilah ini dterjemahkan sebagai cerita rekaan dan
didefinisikan sebagai bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pameran, lakuan,
peristiwa dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi. Istilah
cerita rekaan umumnya dipakai untuk roman,
novel atau cerita pendek.
Dalam
kesusastraan kita mengenal jenis prosa lama dan prosa baru.
- Prosa lama meliputi :
- Dongeng : Cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi.
- Hikayat : Cerita pelipur lara yang sulit diterima akal, merupakan cerita rekaan, namun memiliki pesan dan amanat bagi pembacanya.
- Sejarah : Kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal-usul keturunan.
- Epos: syair panjang yg menceritakan riwayat perjuangan seorang pahlawan; wiracarita
- Cerita Pelipur Lara: Cerita tentang petualangan dan peperangan seorang ksatria yang selalu berakhir dengan kebahagiaan pada tokoh yang membela kebenaran dan kehancuran pada tokoh yang yang jahat.
- Prosa baru Meliputi :
- Cerpen : Suatu bentuk prosa naratif fiktif, cenderung padat dan langsung pada tujuannya, mengandalkan teknik teknik sastra seperti tokoh, plot, tema bahasa dan insight.
- Novel : Karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya berbentuk cerita.
- Biografi : Kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang.
- Kisah : Satuan naratif yang seringkali dibedakan dari cerita, seperti “Kisah Abdullah dari Singapura ke Kelantan”.
- Otobiografi : Biografi yang ditulis oleh subyeknya (dikarang bersama dengan penulis lain disebutkan sebagai “sebagaimana” atau “dengan”).
NILAI-NILAI DALAM PROSA FIKSI
Pengertian Prosa Fiksi
Prosa Fiksi adalah kisahan atau ceritera
yang diemban oleh palaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan
dan rangkaian ceritera tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya
sehingga menjalin suatu ceritera. (aminuddin, 2002:66). Sedangkan M. Saleh Saad
dan Anton M. Muliono (dalam Tjahyono, 1988:106) mengemukakan pengertian prosa
fiksi (fiksi, prosa narasi, narasi, ceritera berplot, atau ceritera rekaan
disingkat cerkan) adalah bentuk ceritera atau prosa kisahan yang mempunyai
pemeran, lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya imajinasi. Pengertian
lain dikemukakan oleh Sudjiman, (1984:17) yang menyebut fiksi ini dengan
istilah ceritera rekaan, yaitu kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur
yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, dalam ragam prosa. Logika
dalam prosa fiksi adalah logika imajnatif, sedangkan logika dalam nonfiksi
adalah logika factual.
Nilai-nilai Dalam Prosa Fiksi
1. Prosa
Fiksi Memberikan Kesenangan
Keistimewaan
kesenangan yang diperoleh dan membaca fiksi adalah pembaca mendapatkan
pengalaman sebagaimana mengalaminya sendiri peristiwa itu peristiwa atau
kejadian yang dikisahkan. Pembaca dapat mengembangkan imajinasinya untuk
mengenal daerah atau tempat yang asing, yang belum dikunjunginya atau yang tak
mungkin dikunjungi selama hidupnya. Pembaca juga dapat mengenal tokoh-tokoh
yang aneh atau asing tingkah lakunya atau mungkin rumit perjalanan hidupnya
untuk mencapai sukses.
2. Prosa
Fiksi memberikan informasi
Fiksi
memberikan sejenis informasi yang tidak terdapat di dalam ensiklopedai. Dalam
novel sering kita dapat belajar sesuatu yang lebih dari pada sejarah atau
laporan jurnalistik tentang kehidupan masa kini, kehidupan masa lalu, bahkan
juga kehidupan yang akan datang atau kehidupan yang asing sama sekali.
3. Prosa
Fiksi Memberikan Warisan Kultural
Prosa fiksi
dapat menstimuli imaginasi, dan merupakan sarana bagi pemindahan yang tak
henti-hentinya dari warisan budaya bangsa.
4. Prosa
Memberikan Keseimbangan Wawasan
Lewat prosa
fiksi seseorang dapat menilai kehidupan berdasarkan pengalaman-pengalaman dengan
banyak individu. Fiksi juga memungkinkan labih banyak kesempatan untuk memilih
respon-respon emosional atau rangsangan aksi yang mungkin sangat berbeda
daripada apa yang disajikan dalam kehidupan sendiri.
Ilmu Budaya Dasar Yang Dihubungkan
Dengan Puisi
Seni/sastra adalah suatu kebudayaan yang dibuat oleh
manusia. Seni adalah sebuah karya yang dibuat manusia, sedangkan sastra adalah
suatu bahasa yang dibuat manusia. Namun peran sastra lebih dominan, karena
sastra mencakup bahasa untuk melakukan komunikasi antar manusia itu sendiri,
melakukan hubungan sosial dengan orang lain. Puisi dipakai sebagai media
sekaligus sumber belajar dalam Ilmu Budaya Dasar. Puisi adalah ekspresi
pengalaman jiwa penyair mengenai kehidupan manusia, alam dan Tuhan melalui
bahasa yang artistik/estetik yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya.
Kepuitisan, keartistikan puisi dapat dibangun dengan menggunakan:
1.
Figura bahasa seperti personifikasi, metafora, perbandingan dan lain-lain.
2.
Kata-kata ambigu.
3.
Kata-kata yang berjiwa berisi perasaan dan pengalaman penyair.
4.
Kata-kata konotatif yang diberi tambahan nilai rasa dan asosiasi tertentu.
5.
Pengulangan yang berfungsi untuk mengintensifkan hal yang dilukiskan.
Contoh Sebuah Puisi:
Krawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan
kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Karya: Chairil
Anwar